Apa saja tolak ukurnya mampu dalam berhaji ? Tolok ukur mampu dalam berhaji telah ditafsirkan dalam hadits, yaitu memiliki bekal dan kendaraan. Namun, tolok ukur dalam hal ini lebih umum dari hal tersebut. Barangsiapa yang mampu berangkat menuju Mekkah dengan berbagai sarana yang ada, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Apabila dia mampu berjalan dan mengangkut barangnya, atau menjumpai orang lain yang dapat mengangkutnya, maka dia wajib berhaji dan berumrah. Demikian pula, jika dia mampu membayar biaya transportasi untuk menggunakan alat transportasi modern seperti kapal laut, mobil, dan pesawat, maka haji dan umrah wajib baginya.
Apabila dia memiliki bekal dan kendaraan untuk berhaji, namun tidak mampu menemukan orang yang bisa menjaga barang dan keluarganya, atau dia tidak memiliki uang untuk dinafkahkan kepada keluarganya selama dia berhaji, maka haji tidak wajib baginya karena adanya masyaqqah. Demikian pula, apabila ternyata jalur perjalanan adalah jalur yang rawan atau dia khawatir akan adanya perampok, adanya pajak yang teramat memberatkan, atau waktu tidak cukup untuk sampai ke Mekkah, atau dia tidak mampu menaiki berbagai alat transportasi yang ada dikarenakan sakit atau adanya bahaya, maka kewajiban haji gugur darinya dan dia wajib mencari orang untuk menggantikannya berhaji apabila dia memiliki kemampuan finansial untuk itu. Apabila dia tidak memiliki kemampuan finansial untuk itu, maka haji tidak wajib baginya.
Dari penjelasan beliau di atas, tolok ukur mampu dalam berhaji adalah sebagai berikut:
Kami menghimbau diri kami dan kaum muslimin untuk memprioritaskan penunaian kewajiban berhaji daripada sekedar memenuhi hasrat memiliki harta yang tidak urgen seperti mobil dan kebutuhan-kebutuhan non primer lainnya. Terdapat ancaman bagi mereka yang telah mampu untuk berhaji namun tidak menunaikannya.
Apabila dia memiliki bekal dan kendaraan untuk berhaji, namun tidak mampu menemukan orang yang bisa menjaga barang dan keluarganya, atau dia tidak memiliki uang untuk dinafkahkan kepada keluarganya selama dia berhaji, maka haji tidak wajib baginya karena adanya masyaqqah. Demikian pula, apabila ternyata jalur perjalanan adalah jalur yang rawan atau dia khawatir akan adanya perampok, adanya pajak yang teramat memberatkan, atau waktu tidak cukup untuk sampai ke Mekkah, atau dia tidak mampu menaiki berbagai alat transportasi yang ada dikarenakan sakit atau adanya bahaya, maka kewajiban haji gugur darinya dan dia wajib mencari orang untuk menggantikannya berhaji apabila dia memiliki kemampuan finansial untuk itu. Apabila dia tidak memiliki kemampuan finansial untuk itu, maka haji tidak wajib baginya.
Dari penjelasan beliau di atas, tolok ukur mampu dalam berhaji adalah sebagai berikut:
- Memiliki bekal dan kendaraan yang bisa mengantarkan seorang untuk berhaji ke Mekkah. Jika tidak memiliki kendaraan, maka dia memiliki kemampuan finansial untuk membiayai perjalanan haji yang akan ditempuhnya.
- Meninggalkan uang sebagai nafkah keluarganya selama ditinggal berhaji. Ini merupakan pendapat jumhur[1]
- Ada orang yang mampu menjaga barang dan keluarganya.
- Adanya keamanan selama melakukan perjalanan, baik keamanan yang terkait dengan jiwa maupun harta.
- Perjalanan berhaji memungkinkan untuk dilakukan oleh jama’ah haji ditinjau dari segi fisik jama’ah dan waktu.
Kami menghimbau diri kami dan kaum muslimin untuk memprioritaskan penunaian kewajiban berhaji daripada sekedar memenuhi hasrat memiliki harta yang tidak urgen seperti mobil dan kebutuhan-kebutuhan non primer lainnya. Terdapat ancaman bagi mereka yang telah mampu untuk berhaji namun tidak menunaikannya.